Mama lagi galak (atau emang galak?)

Dari hari Minggu Mama lagi galak sama Dira. Kenapa yah? Bukan gara-gara ditinggal Papa Poet ke Paiton kan? Hmmm… ppffhhh…

Ceritanya hari Minggu aku ajak Dira ke rumah Neneknya. Rencananya mau ajak Uwak Buduk belanja bulanan. Nah, karena si ‘Nik tidak ada cerita kalau hari Minggu akan menghadiri selamatan keluarga sepupunya yang akan naik haji, datanglah Mama dan Dira Poet ke sana dengan naik angkot. Dan waks, Mama Poet tidak bawa baju ganti Dira karena berpikir kalau akan langsung cabut ke C4 buat belanja. Akhirnya sepanjang perjalanan Mama sibuk mewanti-wanti Dira untuk bilang ke Mama kalau mau pipis atau pup dan dijawab oleh Dira oleh anggukan kepala disertai kata “he eh”.

Begitu sampai di rumah, ternyata ‘Nik dan Uwak Buduk sudah berangkat. Akhirnya Mama dan Dira mengobrol dengan Mbah Bibi selama 1,5 jam. Menjelang pukul 12 siang, aku menawarkan Dira apakah dia mau tidur dulu di kamar ‘Nik dan dijawabnya dengan perkataan “Akyu mo puyang Ma. Bobo’ di yumah aja.”

“Oh, sudahlah,” pikir Mama, “emang mendingan pulang karena keliatannya ‘Nik juga gak bakal datang jam 1 ini.”
“Ya sudah. Kita pulang. Dira mau pipis dulu gak? Mama mau pipis nih, kebelet. Dira gak?” tanyaku. “Akyu nda’ mo pipiys Ma. Akyu mo puyang.” ujarnya.

Mama pun melangkah menuju kamar mandi dan ternyata…diikuti oleh Dira. Setelah masuk kamar mandi dan aku siap untuk berkemih, Dira pun berkata, “Akyu mau pipiys juga.” Mama Poet pun buru-buru membuka celana Dira. Belum seluruh celana terbuka sempurna, Dira pipis dalam posisi berdiri. Currr….basah deh tuh celana.

Mama Poet langsung murka. “Dira…. kok gitu sih. Kan celananya belum dibuka semua. Kenapa dipipisin? Tadi katanya gak mau pipis.” ujar Mama Poet. “Nih, sekarang celananya basah begini, gimana dong pulangnya? Kan tadi Mama sudah bilang di angkot kalau Mama tidak bawa baju dan celana ganti buat Dira. Dan Dira kalau mau pipis atau pup bilang ke Mama. Tadi katanya he eh.” lanjut Mama lagi. Mama pun bergegas menuntaskan berkemih dan keluar dari kamar mandi dengan kesal. “Aduh, pulang pakai apa nih?” pikir Mama.

Dira masih dengan gaya khasnya, tersenyum sambil membuntuti Mamanya ke arah kamar bekas sepupunya, Ophelia. Mama pun mengobrak-abrik lemari pakaian bekas Ophel mencari baju atau celana yang mungkin tersisa dari kepindahannya, sambil, tentunya, mengomel dengan kesal. Akhirnya Mama Poet bisa menemukan celana dalam dan celana piyama berukuran anak usia 6 tahun. Aduh, rasanya kesal banget! Kalau begini yah celananya musti dikecilin dulu.

“Tuh, gimana dong Dira? Adanya cuma ini. Kan gak mungkin nunggu Uwak Buduk sampai rumah. Emang kamu mau gak pakai celana gitu?” omelan Mama terus berlanjut. “Dira begitu deh kalau Mama bilangin, selalu begitu… mengangguk, he eh, tapi gak pernah Mama benar-benar didengerin.” lanjut Mama. “Mama gak suka deh Dira.”

Saking kesalnya tanpa Mama bisa mengendalikan emosi, tangan Mama ke arah pantat Dira dan.. cuit…pantat Dira kena cubitan Mama. Spontan tangis Dira meledak. “Akyu nangan dicubit Ma,” ujarnya di sela isak tangis. Nyess… Mama langsung menyesal. Mama Poet memang suka mencubit Dira tapi cubit gemas. Tapi kali ini cubitan Mama disertai dengan rasa kesal, marah dan emosi yang bercampur aduk sehingga mungkin rasanya sangat pedas untuk Dira.

Sambil diiringi tangisan Dira, Mama Poet menjahit celana dalam agar pas buat Dira. Terus terang hati masih kesal. Tapi kekesalan yang ini lebih disebabkan karena kesadaran bahwa sebenarnya yang salah adalah Mama, bukan Dira. Sudah tahu Dira masih susah kalau disuruh pipis dan selalu menolak kalau diberi ide untuk pipis, eh Mama kok pakai acara tidak bawa baju dan celana ganti. Aduh, Dira… maafin Mama yah!

Akhirnya celana dalam pun dipakai Dira. Untuk luarnya, celana piyama kedodoran dipakaikan dengan mengikatkan pita di pinggang Dira. Yah lumayan daripada Dira pulang telanjang kan? Setelah merapikan diri, kami pun pamit pulang ke Mbah Bibi.

Dalam perjalanan pulang, aku menelpon mbak Mis dan menyuruhnya untuk menunggu di depan Dinasty. Biarlah Dira pulang duluan sama mbak Mis, sementara Mama melanjutkan perjalanan ke Mal. Mungkin Mama bisa menghibur diri di Mal dan kemarahannya bisa mereda. Hasilnya malah kepikiran Dira terus sehingga di Mal cuma putar-putar tidak keruan. Sigh….