Narsis dotcom

Waks… si Dira lebih narsis dari Mamanya. Gak tahu tuh belajar dari mana… hehe…

Jadi ceritanya gini. Kan anak yang satu ini sekarang sudah semakin pintar menjawab pertanyaan dan bisa membuat pernyataan sendiri.

Selagi kita guling-guling di kamar, mendadak dia berdiri buka pintu lemari berisi bajunya yang digantung.

“Itu baju uwang tawun ya Ma.” tunjuknya.

“Bukan baju buat pergi ulang tahun aja kok Kak! Dipakai ke sekolah juga boleh kok.” jawabku.

“Aku tantik pakai baju itu tan Ma?” tanyanya.

“He eh,” jawabku sekenanya.

“Emang siapa yang cantik?” mendadak mbak Mis masuk kamar dan bertanya kepada Dira.

“Indiya tantik.” jawab Dira spontan.

“Mama cantik gak Dira?” lanjut mbak Mis.

“Ndak,” jawab Dira acuh tak acuh.

“Loh kalau gak cantik, Papanya Dira mana mau kan?ujar mbak Mis.

“Indiya yang tantik.” kata Dira.

“Mbak Mis cantik gak Dira?” tanya mbak Mis.

“Ndak!” cetus Dira.

“Yah Dira. Emang siapa yang bilang Dira cantik?” tanyaku.

“Mama!” jawab Dira dengan cepat.

“Tuh kan, Mama yang bilang Dira cantik, masa Dira gak bilang Mama cantik sih? Mama cantik kan?” lanjutku lagi.

“Ndak. Indiya yang tantik.” ujar Dira dengan ekspresi wajah menggemaskan.

Gubrakkk!!!

Nih anak… ngalah-ngalahin emaknya buat urusan narsis. Wkwkwkwk….

Lama tak posting

Hehe, maaf para pengunjung setia blog keluarga Poet. Konon t’lah lama Mama Poet tidak posting di sini.

Bukan sombong bukan malas, tapi karena Mama Poet sibuk sama personal blognya yang satu ini.

Nah, ada apa dengan Dira dan keluarga Poet?

Sejak sembuh dari sakit, Dira menjadi lebih manja. Pokoknya kalau weekend, Dira pasti nempel terus sama Mamanya. Kalau tidak tampak sedikit saja pasti Dira langsung teriak, “Mama!”.

Belum lagi nih… Dira selalu menolak ditangani oleh mbak Mis kalau Mama di rumah. Makan, sama Mama. Mandi, sama Mama saja. Gendong, sama Mama lagi. De el el.

Akhirnya, mbak Mis jadi ngambek sama Dira. Halah… pusing juga kalau melihat mbaknya ngambek secara jadi bikin Mamanya bingung kenapa juga dia mesti ngambek.

Senang juga sih dengan kebiasaan baru Dira ini. Toh, sebagai usaha untuk meningkatkan “quality time” dengan anaknya.

Tapi yah terkadang suka jadi capek juga. Wong weekend ibaratnya waktu buat leha-leha dari kerjaan, lah ini tiap menit anaknya absen. 

Kalau dulu sih, Mamanya masih bisa mencuri waktu buat “me time” yang biasanya diisi dengan browsing, baca buku, de el el. Sekarang? Plek plek plek… boro-boro mau baca buku, baru buka saja Dira sudah langsung mengajak main gamelah, nonton Dora/Bobby Bola atau nenen.

Di sekolah pun kebiasaan Dira juga berubah setelah sembuh dari sakit. Sebelumnya Dira sudah mandiri dan bisa main di kelas tanpa ditemani mbak Mis. Tapi setelah sakit, sempat beberapa minggu mbak Mis disuruh ikut masuk ke kelas.

Alhamdulillah, minggu ini Dira sudah mulai percaya diri lagi di sekolah dan bisa mengikuti kelas tanpa ditemani.

Kata Kak Ayu, dulu juga setelah muntah- mencret dan sempat diopname, saat masuk sekolah lagi yah Dira juga seperti ini. Jadi yah sudahlah! Bukan hal yang harus dikhawatirkan toh. Orang dewasa juga ada ups and downs kan?

Tapi, kalau ditelaah lebih lanjut sih, mungkin juga Dira menjadi menempel terus sama Mamanya karena ada perasaan insecure sejak Papanya di Paiton.

Dulu kan biar cuma ketemu 2 hari dalam seminggu, paling tidak Dira masih punya Papa buat sandaran yang lain kalau Mama lagi repot atau sedang “me time”.

Belum lagi nih, tidak ketemu Papa berarti tidak ada yang menggoda Dira. Biasa deh! Papanya yang suka mengajak Dira bercanda.

Hehe, jadi sepertinya Dira merasa kehilangan sosok Papanya. Tapi, dia belum bisa mengungkapkannya sehingga ujung-ujungnya adalah “tempelin Mama terus ah!”.

Sponsor note:  Kisses, hugs and love for Papa Poet from Mama and Dira Poet.  We miss you too Pa!

Dira, been sick again

Seminggu yang lalu Dira sakit lagi. Dan lagi-lagi bikin panik.

Kenapa? Ceritanya begini:

Hari Minggu Dira ikut mengantar Mama seminar Money Money Money di Oriflame Bulungan. Gak ikutan masuk sih karena Dira bersama Wak Buduk dan mbak Mis main di arena bermain Blok M Plaza.

Minggu malam menjelang tidur badan Dira mulai terasa hangat. Hari Senin pagi, suhu badannya tetap hangat tetapi hanya di bagian kepala.

“Kepalanya Dira hangat nih mbak. Kayaknya mau demam lagi. Kalau ntar siang temperaturnya di atas 38,5, kasih obat demam seperti biasa yah.” pesan Mama Poet ke mbak Mis sebelum berangkat kerja.

Ternyata, Senin siang suhu tubuh Dira naik menjadi 38,7 derajat. Kondisi Dira juga masih normal karena seperti kebiasaannya, begitu demam turun dia akan langsung bermain tanpa henti.

Menjelang tengah malam menuju hari Selasa, suhu tubuh Dira mendadak naik lagi. 39,7 derajat Celcius. Bikin panik!

Bagaimana tidak? Selama ini kalau Dira demam range suhu tubuhnya paling 38,3 – 38,9 derajat. Ini mendadak mendekati 40 derajat. Ada perasaan takut kalau terjadi kejang demam sehingga bolak-balik periksa suhu di kepala dan kaki. Kalau kakinya mulai dingin, buru-buru dikasih minyak angin biar hangat.

Hari Selasa dengan terpaksa Dira ditinggal kerja. Sekolahnya diliburkan oleh Mama. Dan menurut laporan mbak Mis, Dira masih demam dan suhu tubuh di atas 39 derajat.

Setelah mengalami malam yang melelahkan karena Dira tidak bisa tidur dan minta digendong saat demam, akhirnya Rabu pagi suara Dira mulai serak. “Ah, ternyata mau batuk toh.” pikirku. “Bagus deh keluar penyakit jadi bisa legaan dikit dan gak tebak-tebakan.”

Rabu pagi itu berhubung Mama bangun terlambat, mendadak timbul penyakit “M” (alias malas) sehingga bertanya ke Dira, ” Mama hari ini kerja atau di rumah saja temani Dira?” Dan jawabannya? “Di lumah ajalah.” Akhirnya Mama ambil cuti 1 hari.

Sepanjang hari itu, Dira menempel terus sama Mamanya. Kayak amplop dan perangko dilem pakai Aica Aibon. Tiap beberapa menit kalau Mamanya tidak kelihatan, pasti dia langsung teriak, “Mama! Mama!” Pppffhh… nih anak… Tapi positifnya sih selama Mama di rumah, entah kenapa suhu tubuh Dira tidak meninggi lagi. Masih hangat sih tapi tidak beranjak lebih dari 38 derajat. Dira pun mulai batuk-batuk.

Melihat kondisi Dira yang mulai membaik, Mama pun memutuskan untuk masuk kerja di hari Kamis. Namun, menjelang siang mbak Mis menelpon dan kasih laporan kalau Dira panas tinggi lagi. “Aduh!” pikirku, “Kenapa yah Dira? Kayaknya batuknya sudah keluar, tapi kenapa panasnya masih tinggi yah? Aduhhhh! Kenapa gak menuruti saran temanku buat langsung cek darah di hari kedua yah? Kenapa sih Mamanya ini masih pakai pedoman standar baru akan periksa darah kalau masih panas hari ke-5. Mana hari gini lagi musim DBD. ” Pokoknya segala macam pikiran dan rasa bersalah membayangi sisa jam kerja.

Akhirnya menjelang jam kerja berakhir aku buat keputusan untuk mengunjungi dokter anak langganan. Akhirnya telpon Klinik Anakku untuk booking nomor antri dan mbak Mis untuk menyiapkan Dira ke dokter. Alhamdulillah kami diijinkan untuk konsultasi terlebih dahulu dan tidak mengikuti nomor antrian.

Dan, seperti biasa, dokter anak langgananku ini bilang, “Besok hari ke-5 kan Bu? Kalau masih panas, langsung cek darah ke Prodia yah. Saya cuma kasih resep obat batuknya dan obat demam Ibuprofen kalau pakai Paracetamol tidak turun lagi.” Aku mengangguk setengah lega. Yah setidaknya caraku dalam menangani demam masih rasional dan tidak terpengaruh rasa panik.

Hari Jumat pagi ternyata Dira masih panas tinggi sehingga pukul 10 kita langsung bergegas ke Prodia. Hmm, Mamanya cuti lagi deh.

Dira menangis kencang saat diambil darah di Prodia. Rupanya letak pembuluh darah Dira tidak lurus seperti biasa, namun agak menyerong sehingga menyulitkan saat jarum suntik diarahkan. Gak tega dengarin tangisannya. Apalagi Dira menangis juga berucap, “Udah… udah… nanan agi… udah Ma!” Aduh, rasanya hati ini teriris pisau tajam. Jadi ingat saat dia menangis sama kencangnya sewaktu mau diinfus.

Akhirnya, 3 jam setelah pengambilan darah, hasil lab keluar. Trombosit turun drastis. Hematokrit juga, namun tidak drastis. Leukosit turun. Immunoglobulin test untuk Anti-Dengu IgG dan IgM negatif.

Setelah laporan ke dokter lewat telpon, hari Sabtu kita disuruh kembali berkonsultasi kembali. Sementara menanti hari itu, Dira dipaksa untuk makan dan minum cairan sebanyak mungkin. Pokoknya sepanjang sisa hari Jumat, hati was-was banget. “Aduh Pa! Sulit sekali jadi decision maker terus kalau anak sakit.” jeritku dalam hati.

Papa Poet itu selalu menyerahkan keputusan akhir di Mama kalau urusan Dira sakit. Apalagi karena Papa sekarang nun jauh di Paiton dan tidak bisa lihat kondisi Dira langsung. Jadi yah Mama lagi… Mama lagi… hiksss…

Sabtu pun tiba. Kita, lagi-lagi, dapat antrian awal. Jarang-jarang loh ke dokternya Dira dapat nomor awal. Soalnya Mamanya selalu daftar mendadak kalau mau imunisasi.

Setelah konsultasi, dokter memutuskan bahwa Dira tidak perlu cek darah lagi. “Virus kok Bu. Bukan DBD. Saya gak perlu kasih obat lagi yah. Antibiotik juga gak perlu kan.” ujar dokter. “Cuma yah asupan cairannya diperbanyak yah. Selama masih bisa dirawat di rumah sih, gak usahlah opname.” lanjut dokter lagi.

Yipiiiee!!! Alhamdulillah!

I really like this doctor. Never rush to give the patient with antibiotic. Never rush to send patient to be hospitalized.

Hmm, kebayang deh kalau aku bawa hasil lab Dira ke Hospital Cinere. Dijamin pasti langsung disuruh opname.

Akhirnya, setelah ditemani Mama selama 4 hari, Dira berangsur-angsur sembuh. Yah walaupun selama 4 hari itu Mamanya jadi stress karena tiap menit diabsen terus dan diminta menggendong Dira terus. Dira juga minta nenen berulang kali.

Hehe, jadi mikir… “Gimana yah kalau mamanya pensiun beneran dan sudah di rumah terus? Bisa-bisa gak masak, gak nyuci, gak makan, dan gak ngerjain apa pun kecuali kasih Dira nenen.

“Mama! Celitanya mau bobok!” (maksud kalimat ini adalah “Aku mau nenen Ma!”)

Liburan Ke Paiton (bagian 2)

Sambung lagi…
Maaf kelamaan soalnya sibuk ngurus blog yang satu lagi nih. 😀

29 Desember. Setelah pulang dari berbelanja seprai di Grosir Surabaya, pukul 15.30 kita bergerak menuju lokasi mengumpul para penumpang bis PT YTL JT menggunakan taksi. Dan setelah hampir 30 menit menanti, bis berangkat juga dan dimulailah perjalanan selama 4 jam menuju Paiton.

Mama Poet tidak tidur sama sekali saat di bis. Penasaran! Mau tahu kira-kira Mama bisa cari kerjaan di mana. Dan ternyata? Wuihhh… jauh sekali. Bahkan dari Kabupaten Probolinggo sendiri, jarak ke Paiton masih sekitar 40 km. Pffffhh…. calon full time mom kayaknya nih.

Akhirnya, kita tiba di Paiton pukul 21.00. Dan dengan menggunakan becak, Papa dan Mama Poet, Dira, serta mbak Mis tiba di rumah dinas Papa Poet.

“Waduh.. lantainya lengket banget Pa!” ujar Mama. Papa Poet cuma cengengesan. Ketahuan deh… selama 1 bulan ini lantainya cuma disapu dan tidak pernah dipel sama sekali. Stik kain pelnya saja masih terbungkus rapi di sudut dapur. 😛

Keesokan paginya baru kita bisa melihat dengan jelas kondisi rumah dinas di Paiton. Dan kesan pertamanya adalah “OK deh!”.

Jadi nih, luas rumahnya mungkin hanya sekitar 75-100 meter persegi. Terdiri dari 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 dapur dan 1 ruang makan sekaligus ruang tamu. Fasilitas yang disediakan juga lumayan kok, seperti tempat tidur, meja + kursi makan, televisi, sofa, mesin cuci, kompor dan tabung gas, kulkas, water heater, AC di tiap kamar dan kipas angin di ruang makan dan tamu. Lumayan kan?

Sayang Mama Poet tidak bawa kamera sehingga tidak bisa menunjukkan gambar rumah dan isi rumahnya. 😛

Hari pertama di Paiton kita isi dengan berbelanja perlengkapan makan dan mencuci di pasar tradisional. Perlengkapan masak belum dibeli dengan pertimbangan toh hingga saat kepindahan Mama Poet dan Dira ke Paiton, Papa tidak akan melakukan kegiatan masak memasak. Hehe…

Kita pergi ke pasar tradisional menggunakan becak. Dikira dekat lokasi pasarnya, tapi ternyata lumayan jauh. Dan selama naik becak, rasa hati bat bit but karena kita melewati jalan umum luar kota yang dilalui kendaraan besar seperti bis, truk dan angkutan umum. Aduh, khawatir juga! Alhamdulillah sih tiba di pasar dan pulang kembali ke rumah dengan selamat.

Oya, selama di Paiton mbak Mis cuti masak tuh. Soalnya buat makan kita beli di restoran yang ada di pusat olahraga kompleks perumahan. Harga makanannya lumayan murah dibandingkan Jakarta. Mulai dari Rp 4000 hingga Rp 15000 per porsi untuk makanan Indonesia. Yah memang jatuhnya lebih mahal daripada kalau kita berbelanja dan masak di rumah. Tapi untuk saat itu, jajan menjadi pilihan utama.

Sayangnya selama di Paiton Dira jadi susah makan. Mungkin karena selama ini Dira jarang diajak makan masakan di luar rumah sehingga sulit menyesuaikan diri dengan ‘taste’ baru. Menu yang dipesan buat Dira paling hanya sop, soto ayam, telur dadar dan sayur asam.

Semua makanan itu pun bisa dimakan Dira dengan rayuan, mulai dari main ayunan di taman, berenang sampai mainin bola billyard. Yah apa saja deh yang penting makanannya masuk.

Dira sempat berenang juga loh. Mumpung ada kolam renang gratis nih ceritanya. Karena berenang di kolam anak, Mamanya cuma nyemplungin kaki sambil membantu Dira belajar mengapung. Dia sangat senang sekali berenang terutama ketika ada 2 orang anak berusia 6 tahun yang ikut nimbrung di kolam ini. Biasa deh.. show off sama yang lebih besar.

Sayangnya setelah 2 hari di Paiton tanpa berbekal mainan dan belum adanya teman main, Dira bosan. Dia bahkan sampai berkata dengan nada sedih, “Aku mo puyang Ma.”

“Loh, inikan rumah Dira.” kataku.
“Butan! Ini butan yuma Diya. Aku mo puyang.” ujarnya lagi.
“Kak, kalo Papa dengar Kakak ngomong begini, bisa sedih dia. Inikan rumah kakak, nantinya.” kataku. “Yang di Jakarta itukan bukan rumah kakak. Itu rumah Yangti lagi.” lanjutku
“Butan Ma! Ini butan yumaku.” kata Dira.

Mama dan mbak Mis bingung mau menjelaskan bagaimana lagi. Antara geli dan kasihan. Rupanya Dira benar-benar bosan.

2 Januari. Akhirnya Jumat tiba. Kita bersiap-siap untuk kembali ke Surabaya dengan menggunakan bis. Papa terlihat agak gloomy. Mungkin sedih juga akan ditinggalkan oleh 2 wanita cantiknya hingga 4 bulan ke depan. Pukul 16.30 bis berangkat menuju Surabaya.

3 Januari. Sambil menunggu jam kepulangan, kita melancong ke Grosir Surabaya lagi. Niatnya cuma membelikan daster batik buat ‘Nik. Eh kok malah beli baju buat Dira lagi…

Papa dan Dira bahkan sempat potong rambut di Tunjungan Plaza loh. Awalnya sih cuma Papa Poet saja yang berniat potong rambut. Tapi si Dira begitu ribut minta rambutnya diapa-apain hingga akhirnya rambutnya dipotong. Lucunya dia minta ikut keramas juga seperti kebiasaannya kalau mengantar Mama ke Salon Ferry di Cinere. Untung gak jadi keramas, soalnya pasti kena charge tidak seperti di Ferry.

Pukul 19.30 kita berangkat menuju stasiun Pasar Turi.

Pukul 20.00 kereta api Argo Bromo Anggrek tujuan Jakarta berangkat. Dira langsung minta nenen dan tidur pulas sepanjang perjalanan.

Sampai jumpa lagi Papa. Janji kok kita bakal menyusul dan menemani Papa di Paiton.

Wait for us yah Pa!

Liburan ke Paiton (bagian 1)

Ceritanya dalam rangka mengunjungi Papa Poet yang pindah ke Paiton, Dira dan Mama Poet pergi ke Jawa Timur selama liburan Natal dan Tahun Baru 2009 yang lalu.

Tanggal 27 Desember
Kita (Mama Poet, Dira Poet dan mbak Mis) tiba di stasiun Gambir pukul 08.30, diantar oleh Wak Buduk. Mama Poet harus berjuang susah payah membangunkan dirinya di pagi hari itu karena kemarin dari Subuh hingga pukul 21.00 melancong bersama teman kantor ke Bandung. Dira pun cukup sulit dibangunkan karena dia tidur setelah mamanya tiba di rumah.

Berhubung lapar dan jam keberangkatan Argo Bromo Anggrek masih cukup lama, kita makan bubur ayam di dekat Toilet Pos Polisi Gambir. Hehe, Dira doyan juga loh dan alhamdulillah tidak sakit perut 😀

Sebenarnya kenapa kita naik kereta api, padahal lebih enak naik pesawat terbang? Pertama, tiket pesawat terbang mahal (hehe, abis rencananya juga agak dadakan sih). Kedua, sudah janji sama mbak Mis buat diajak ke Surabaya supaya bisa melihat kedua keponakan Papa Poet yang dulu juga diurus olehnya. Ketiga, Dira ribut mau naik kereta api.

Nah, sekitar pukul 09.00 kita naik ke jalur 1, menunggu kereta yang akan ditumpangi tiba. Sekitar pukul 09.20, Argo Bromo Anggrek memasuki jalur dan kita pun bergegas naik menuju tempat duduk, gerbong 4, kursi 11-A-B-C (lengkap dong informasinya).

Ada kejadian menggelikan saat menunggu kereta api tiba. Dira kan digendong karena takut dia lari kesana kemari (walaupun sebenarnya gak perlu sih). Nah, tiba-tiba ada kereta api Jabodetabek lewat di jalur lain dan membunyikan klaksonnya lumayan keras (hehe apa yah istilahnya buat kereta api? peluit? bwahhhh.. gitu deh). Spontan Dira melonjak kaget dan langsung memeluk mamanya dengan erat. Kita yang melihatnya tertawa geli. Ekspresinya itu loh yang bikin lucu. Wah anak Mama ternyata dari lahir sampai usia sekarang tetap saja bawaan kagetnya tidak bisa hilang.

Dari awal hingga 2 jam menjelang stasiun Pekalongan, perjalanan KA lumayan lancar dan menyenangkan. Dira bahkan sempat tidur nyenyak selama 2 jam (hmm kayak diayun-ayun deh). Memang sih, AC gerbong kita sejak keberangkatan agak bermasalah karena kurang dingin. Tapi mendekati Pekalongan, mendadak lampu dan AC padam yang ternyata disebabkan oleh matinya mesin KA. Huahhhh… untung KAnya tidak mogok jalannya.

Setelah diperiksa di stasiun Pekalongan, akhirnya diputuskan bahwa mesin akan diperbaiki di Semarang. Kebayang deh tuh lebih dari 2 jam kita berpanas-panasan di dalam gerbong. Akhirnya, Mama dan mbak Mis secara bergantian mengajak Dira menikmati semilir angin di ruang batas antar gerbong yang sengaja dibuka 1 pintu.

Di stasiun Semarang KA berhenti selama 30 menit. Alhamdulillah akhirnya AC menyala juga sehingga kita semua bisa duduk dengan nyaman. Sayangnya ketika Mamanya mau tidur eh si Dira malah sedang seru-serunya manggung.

Manggung?

He eh. Dira mendadak tampil jadi penyanyi di gerbong 4 Argo Bromo Anggrek. Semua lagu yang sedang disukainya dinyanyikan, Burung Kutilang, Dakocan, Burung Kakaktua, de el el. Dira tambah semakin kenes dan semangat bernyanyi saat seorang ibu dari sebuah rombongan ikut bertepuk dan bernyanyi. Ampun deh tuh anak! Mamanya cuma bisa mesem-mesem

Yang lucu, saat malam sudah tiba Dira malah bernyanyi Sang Kodok dengan lirik berikut :
“Cang kodo’ e e e cang kodo’, napa ente-ente bau”

Kita semua tertawa. Kenapa juga lirik lagunya pas banget dengan kondisi kita semua yang belum mandi dan pastinya bau banget. 😀

Sekitar pukul 22.00 KA tiba di stasiun Pasar Turi – Surabaya. Akhirnya… sampai juga! Dan, kita bisa bertemu dengan Papa Poet lagi, dan tentunya Yangti, Bu’de, Mbak Saras serta Mas Satria.

Yak! Siap-siap untuk menempuh perjalanan ke Paiton hari Senin sore.

-to be continued-

Soft Launching Blog Mama Poet

Akhirnya… personal blog Mama Poet launching juga.

Yuk, berkunjung ke sini (klik pada gambar yah).

header

Ditunggu loh!

Promo Join Oriflame Desember-08

Halo,

Oriflame dan dBC network ada promo lagi loh buat mereka yang mau join di bulan Desember 2008 ini. Lihat yuk! 

Promo Rekrut Desember 2008
Periode 2 Desember 08 – 17 Januari 09

I. UNTUK NEW CONSULTANT:
Daftar hanya Rp 39,900 dan dapatkan NEW starterkit dan colour chart.
Penuhi kualifikasi WP dan dapatkan produk GIORDANI GOLD LUXURY SUITE & BOUQUET OF MINIATURE PARFUMES senilai Rp 847,000!!!!
-WP1=75 bp dan dapatkan Giordani Gold Body Cream senilai Rp 69,000 GRATIS!
-WP2=100 bp dan dapatkan BOUQUET OF MINIATURE PARFUMES SET (Giordani Gold, Giordani White Gold & Precious Eau De Parfume) senilai Rp 349,000 GRATIS!
-WP3=125 bp dan dapatkan GIORDANI GOLD LUXURY SUITES senilai Rp 429,000 GRATIS!

II. DAFTAR GRATIS PERIODE INI !!
Caranya:
1. Bergabung di oriflame: Rp 39.900
2. Lakukan order pertama min Rp 150.000 dan dapatkan kembali uang pendafatran Rp 39.900
So… Daftar Gratiss Hyukkk!

promodes-08

Mama lagi galak (atau emang galak?)

Dari hari Minggu Mama lagi galak sama Dira. Kenapa yah? Bukan gara-gara ditinggal Papa Poet ke Paiton kan? Hmmm… ppffhhh…

Ceritanya hari Minggu aku ajak Dira ke rumah Neneknya. Rencananya mau ajak Uwak Buduk belanja bulanan. Nah, karena si ‘Nik tidak ada cerita kalau hari Minggu akan menghadiri selamatan keluarga sepupunya yang akan naik haji, datanglah Mama dan Dira Poet ke sana dengan naik angkot. Dan waks, Mama Poet tidak bawa baju ganti Dira karena berpikir kalau akan langsung cabut ke C4 buat belanja. Akhirnya sepanjang perjalanan Mama sibuk mewanti-wanti Dira untuk bilang ke Mama kalau mau pipis atau pup dan dijawab oleh Dira oleh anggukan kepala disertai kata “he eh”.

Begitu sampai di rumah, ternyata ‘Nik dan Uwak Buduk sudah berangkat. Akhirnya Mama dan Dira mengobrol dengan Mbah Bibi selama 1,5 jam. Menjelang pukul 12 siang, aku menawarkan Dira apakah dia mau tidur dulu di kamar ‘Nik dan dijawabnya dengan perkataan “Akyu mo puyang Ma. Bobo’ di yumah aja.”

“Oh, sudahlah,” pikir Mama, “emang mendingan pulang karena keliatannya ‘Nik juga gak bakal datang jam 1 ini.”
“Ya sudah. Kita pulang. Dira mau pipis dulu gak? Mama mau pipis nih, kebelet. Dira gak?” tanyaku. “Akyu nda’ mo pipiys Ma. Akyu mo puyang.” ujarnya.

Mama pun melangkah menuju kamar mandi dan ternyata…diikuti oleh Dira. Setelah masuk kamar mandi dan aku siap untuk berkemih, Dira pun berkata, “Akyu mau pipiys juga.” Mama Poet pun buru-buru membuka celana Dira. Belum seluruh celana terbuka sempurna, Dira pipis dalam posisi berdiri. Currr….basah deh tuh celana.

Mama Poet langsung murka. “Dira…. kok gitu sih. Kan celananya belum dibuka semua. Kenapa dipipisin? Tadi katanya gak mau pipis.” ujar Mama Poet. “Nih, sekarang celananya basah begini, gimana dong pulangnya? Kan tadi Mama sudah bilang di angkot kalau Mama tidak bawa baju dan celana ganti buat Dira. Dan Dira kalau mau pipis atau pup bilang ke Mama. Tadi katanya he eh.” lanjut Mama lagi. Mama pun bergegas menuntaskan berkemih dan keluar dari kamar mandi dengan kesal. “Aduh, pulang pakai apa nih?” pikir Mama.

Dira masih dengan gaya khasnya, tersenyum sambil membuntuti Mamanya ke arah kamar bekas sepupunya, Ophelia. Mama pun mengobrak-abrik lemari pakaian bekas Ophel mencari baju atau celana yang mungkin tersisa dari kepindahannya, sambil, tentunya, mengomel dengan kesal. Akhirnya Mama Poet bisa menemukan celana dalam dan celana piyama berukuran anak usia 6 tahun. Aduh, rasanya kesal banget! Kalau begini yah celananya musti dikecilin dulu.

“Tuh, gimana dong Dira? Adanya cuma ini. Kan gak mungkin nunggu Uwak Buduk sampai rumah. Emang kamu mau gak pakai celana gitu?” omelan Mama terus berlanjut. “Dira begitu deh kalau Mama bilangin, selalu begitu… mengangguk, he eh, tapi gak pernah Mama benar-benar didengerin.” lanjut Mama. “Mama gak suka deh Dira.”

Saking kesalnya tanpa Mama bisa mengendalikan emosi, tangan Mama ke arah pantat Dira dan.. cuit…pantat Dira kena cubitan Mama. Spontan tangis Dira meledak. “Akyu nangan dicubit Ma,” ujarnya di sela isak tangis. Nyess… Mama langsung menyesal. Mama Poet memang suka mencubit Dira tapi cubit gemas. Tapi kali ini cubitan Mama disertai dengan rasa kesal, marah dan emosi yang bercampur aduk sehingga mungkin rasanya sangat pedas untuk Dira.

Sambil diiringi tangisan Dira, Mama Poet menjahit celana dalam agar pas buat Dira. Terus terang hati masih kesal. Tapi kekesalan yang ini lebih disebabkan karena kesadaran bahwa sebenarnya yang salah adalah Mama, bukan Dira. Sudah tahu Dira masih susah kalau disuruh pipis dan selalu menolak kalau diberi ide untuk pipis, eh Mama kok pakai acara tidak bawa baju dan celana ganti. Aduh, Dira… maafin Mama yah!

Akhirnya celana dalam pun dipakai Dira. Untuk luarnya, celana piyama kedodoran dipakaikan dengan mengikatkan pita di pinggang Dira. Yah lumayan daripada Dira pulang telanjang kan? Setelah merapikan diri, kami pun pamit pulang ke Mbah Bibi.

Dalam perjalanan pulang, aku menelpon mbak Mis dan menyuruhnya untuk menunggu di depan Dinasty. Biarlah Dira pulang duluan sama mbak Mis, sementara Mama melanjutkan perjalanan ke Mal. Mungkin Mama bisa menghibur diri di Mal dan kemarahannya bisa mereda. Hasilnya malah kepikiran Dira terus sehingga di Mal cuma putar-putar tidak keruan. Sigh….

Leaving on a jet plane

Hiks, Mama Poet dan Dira sudah ditinggal Papa Poet pergi ke Paiton-Probolinggo.

Yup, last night Papa Poet took a late flight of Sriwijaya Air to Surabaya. Very late flight! (soalnya seharusnya take off jam 20.00, eh delay jadi 21.45… kasihan yah Papa!)

Yang lebih kasihan lagi, si Papa ambil flight malam karena berharap Mamanya bisa ikut antar ke bandara setelah pulang kantor. Dan ternyata? Mama Poet berhalangan karena harus proof print ke Master Label sampai jam 18.00. Huuuu… sebel deh sama tugas dari kantor ini! Untungnya, ada perwakilan Mama yang mengantarkan Papa ke bandara, Dira Poet… hehehe…

Papa Poet akhirnya mengajak Dira juga ke bandara, tentunya bersama dengan Oom Buduk dan Mbak Mis. Sementara Mama Poet terluntang-lantung di ruang tunggu Master Label dengan gelisah sambil berharap label kedua selesai naik cetak jam 16.00. Secara naluri sih sudah menyangka kalau hal ini tidak mungkin. Ya iyalah… baru juga selesai cetak label pertama jam 14.00, belum cuci plat cetak, bersihin mesinnya, stabilin warna awal de el el… Ppff… pathetic indeed!

Ah sudahlah! Pokoknya per tadi malam, Dira dan Mama bobok berduaan lagi setelah sebulan lebih bobok bertigaan di satu ranjang dengan Papanya. Jujur aja sih.. enak banget! Secara ranjangnya jadi jauh lebih lega. Tapi yah sedih juga karena akan lumayan lama sebelum kita berdua bergabung dengan Papa di Paiton.

Eh, ngomong-ngomong kemarin Mamanya dapat undangan interview di salah satu perusahaan darah tali pusat. Perusahaan dan posisinya lumayan bikin ngiler. Sayangnya, Mama Poet terpaksa harus menolaknya karena sudah ada rencana buat pindah ke Paiton kan. Hiks, coba mereka telpon Mama sekitar 3-4 bulan yang lalu (sebelum Papa buat keputusan menerima job di Paiton), mungkin Mama Poet langsung mupeng dan say “YES! I will come for the interview! Absolutely!” *sigh mode on… secara pengen banget cabut dari perusahaan tahu tempe ini*

Kenapa ditolak tawaran interviewnya dan bukannya dicoba? Alasan pertama adalah kalau sempat Mama interview dan sampai pada tahap salary offer (yg pasti jauh lebih tinggi dari sekarang), waks… Mama pasti akan sangat mupeng banget sehingga bisa jadi batal ikut ke Paiton dan buntutnya adalah Papa Poet akan sedih. Alasan kedua, posisi dan salary lebih bagus pasti akan membuat Mama Poet menjadi lebih sibuk (pergi pagi, pulang malam) sehingga Dira Poet menjadi terlantar dan seharian sama Mbak Mis. Hahhhhh ngebayangin aja anak Mama jadi anak si Mbak (hampir full 24h?), pfff… enggak deh! Alasan ketiga, cita-cita Mama memang bukan jadi wanita karir (hehe mau punya duit banyak tapi gak mau kerja keras di kantoran.. susyah yah?).

Haduhhh kenapa jadi melenceng yah ceritanya dari topik. Anyway, hari ini Papa Poet sudah sampai di Paiton dan mulai menempati rumah dinasnya. Sejauh ini informasi soal rumah sih baru 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, ruang makan, ruang tamu dan kamar tidur. Hubungan ponsel berjalan dengan lancar buat nomor 0888… (masa balik GSM lagi yah?).

So, besok Mama Poet akan ngepak baju-baju Papa Poet ke kardus dan dikirim via Tiki. Soalnya kemarin dia cuma bawa 1 koper buat 1 minggu.

We’re gonna miss you Papa! Hopefully we will be able to visit you on new year holiday (semoga rejekinya ada buat jalan-jalan ke sana).

Join Oriflame? Hyukkk…

Mikir jangan kelamaan.

Buat yang mau join Oriflame dan d’BC Network, langsung saja klik banner promosi di bawah. Mumpung cuma Rp 19950 ini. Gak rugi juga kan? (bandingkan dengan bisnis lainnya)

Buat yang masih ragu dan pengen lihat-lihat dulu, klik ini dulu deh!

promonov082